Senin, 07 Desember 2009

PROBLEMATIKA BANTUAN HUKUM DI INDONESIA

Pendahuluan

“Dibalik gelap gulitanya penegakan supremasi hukum Indonesia masih ada setitik cahaya untuk meneranginya” (Kutipan Buku Alm. Baharuddin Lopa)
Penggalan kata di atas memberikan renungan terhadap kita tentang pesimistis penegakan supremasi hukum Indonesia sekaligus besarnya harapan untuk mencapai keadilan yang semestinya di NKRI.
Sekedar refleksi; meskipun Bahruddin Lopa dan Munir telah tiada, pendekar hukum tersebut rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk memberikan suri teladan dan konstribusi yang sangat berarti terhadap penegakan hukum dan HAM di Indonesia.

Bantuan Hukum di Indonesia

Substansi dari bantuan hukum adalah memberikan/pelayanan hukum kepada masyarakat untuk mendapatkan keadilan atau menerima haknya yang diberikan oleh Negara.
Secara umum berdasarkan data LBH Yogyakarta tahun 2007 – 2008, Pelanggaran/kasus di Yogyakarta dibagi menjadi 5 jenis pengklasifikasian, yakni:
1.Kasus Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB)
2.Kasus Hak Sipil Politik (SIPOL)
3.Kasus Hak Perempuan dan Anak
4.Kasus Perdata
5.Kasus Pidana
Yang secara angka totalnya mencapai 327 kasus derngan jumlah korban 3.207 orang dan 1 lembaga.
Dari data umum di atas menunjukkan berapa banyak masyarakat kita karena keterbatasannya harus hilang haknya dan menelan pil pahit terhadap penegakan supremasi hukum di Indonesia.
Komitmen penguasa dan elit politik untuk lebih serius memperhatikan masalah hukum di Indonesia masih kurang cenderung diabaikan.
Secara empiris, saya menyampaikan secara langsung bahwa banyak juga kasus-kasus lain di Sulawesi Selatan terkhusus Kabupaten Pinrang mengalami hal yang sama yang ujung-ujungnya kasus mati di tengah jalan.
Superior Pemerintah setempat yang berkoalisi dengan pihak penyidik Kepolisian dan kejaksaan sangat jelas terhadap kasus korupsi dan ijazah palsu oknum anggota KPU Pinrang, pencemaran nama baik, kecurangan seleksi penerimaan CPNSD kab. Pinrang.Yang berakibat kasus-kasus itu menjadi di petieskan.

Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

a.Faktor Pendukung

1.Komitmen pemerintah dan aparatur hukum yang konsisten dan berkesinambungan terhadap penegakan supremasi hukum dan HAM di Indonesia.
2.Kemajuan teknologi dan media informasi untuk mempermudah akses jaringan relasi penegakan supremasi hukum dan HAM di Indonesia.
3.Globalisasi dan keterbukaan dengan dunia luar yang tidak bisa dihindari sekaligus motivasi untuk lebih meningkatkan kualitas penegakan hukum kita.

b.Faktor Penghambat

1.Mentalitas pemerintah dan aparatur hukum yang cenderung mengabaikan penegakan supremasi hukum itu sendiri karena berhubungan dengan interest kepentingannya yang kental KKN
2.SDM penegak hukum kita
3.Apatisme masyarakat Indonesia memandang hukum dan HAM sebagai kebutuhan sampingan bukan kebutuhan utama.

Kesimpulan

Fenomena di atas menunjukkan bahwa selama ini penegak hukum kita (LBH, Civil Society, NGO, Individu) selalu berjuang untuk penegakan supremasi hukum di Indonesia secara progresif dengan tantangan komitmen pemerintah beserta kroni-kroninya yang masih lemah dan reaksioner.
Semoga Allah, SWT selalu memberkati jerih payah kita. Amin

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com