Rabu, 09 Desember 2009

Poligami dalam Tinjauan Asas Hukum Adat, Hukum Islam dan Pegawai Negara

Pendahuluan

Poligami merupakan sebuah bentuk perkawinan dimana seorang lelaki mempunnyai beberapa orang istri dalam waktu yang sama. Seorang suami mungkin mempunyai dua orang istri atau lebih dari itu / pada saat yang sama. Perkawinan poligami ini merupakan lawan dari monogami. Sebelum melanjutkan jauh lebih lagi perlu kita ketahui bahwa dalam makalah ini nantinya hanya membicarakan dalam beberapa tinjauan dalam Hukum Adat, Hukum Islam dan dalam ke-Pegawaian Negara khususnya di Indonesia.
Syariat islam yang berkaitan dengan urusan poligami (lelaki boleh menikahi perempuan lebih dari satu, maksimal empat) telah melahirkan kontroversi dan memunculkan sikap-sikap aneh dari sebagian orang yang membenci dan berjuang keras untuk melenyapkan dari muka bumi Allah SWT ini. Orang-orang yang mengaku sebagai Muslim dan Muslimah tidak malu-malu mengeluarkan berbagai fitnah terhadap sistem poligami yang dibenarkan oleh Allah dalam batas dan dengan syarat-syarat yang benar, adil dan proporsional.

Sebenarnya anti poligami ini tidak perlu dihiraukan, jika saja mereka hanya sekedar mengikuti dorongan emosi dan kebencian kepada islam. Akan tetapi, persoalannya menjadi lain, ketika mereka nekat memutar-balikkan ayat Al-Qur’an dan melecahkan Sunnah Nabi SAW. Nah dalam menyikapi seperti apa poligami dalam Hukum Adat, Hukum Islam maupun dalam Kepegawaian Negara nanti akan di jelaskan secara dalam.

Poligami dalam Tinjauan Islam dan Para Pemikir Barat
Akhir-akhir ini, banyak orang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hukum islam. Sebagian besar orang yang diperdaya kemajuan dunia modern berusaha mengungkit-ungkit hal-hal yang mereka ketahui dari musuh-musuh islam diberbagai Negeri Islam. Celakanya orang-orang itu hanya mengetahui Islam dan Al-Quran secara simbolik sayangnya lagi mereka dijuluki sebagai kaum pemikir dan cendekiawan oleh masyarakat awam, padahal sebenarnya mereka tidak demikian adanya. Diantara isu-isu hukum syariat yang ditentang dan selalu dibicarakan oleh mereka adalah apa yang berkaitan dengan poligami di dalam islam.
Mereka mengulang-ulang apa yang tersebar dikalangan masyarakat Barat bahwa islam merupakan satu-satunya agama yang tidak mengharamkan poligami, padahal poligami itu merendahkan derajat kaum wanita dan menginjak-injak martabat para istri. Allah berfirman dalam surat al-Kahfi ayat 5;


Artinya: “Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan sesuatu melainkan dusta.”
Sesungguhnya, yang demikian itu adalah kebohongan yang bertentangan dengan kenyataan, nash-nash, dan fakta sejarah. Para musuh Islam berusaha menjelek-jelekkan Islam yang merupakan agama yang paling besar dan suci.
Poligami bukan merupakan suatu hal yang baru bagi Islam jika dibandingkan dengan agama-agama terdahulu, baik samawai maupun yang bukan samawi. Kenyataannya justru orang-orang Barat dan beberapa orang Muslim yang menjadi murid-murid mereka adalah kelompok pertama yang mengetahui kebenaran factual tersebut dan sejarah kemanusiaan merupakan bukti terbaik diantara kita dengan mereka.
Agama Kristen juga memperbolehkan praktek poligami (disebut bahwa kaum Maramina, salah satu sekte dalam Kristen berkeyakinan bahwa ajaran Kristen membolehkan poligami), sebab di Injil sama sekali tidak terdapat nash yang mengharamkan praktek poligami ini. Poligami masih menjadi satu praktek perkawinan yang dibolehkan di Negara-negara yang mayoritas penduduknya Nasrani sampai menjelang abad ke-16 Masehi sebelum diharamkan oleh gereja. Sebab, Paus Paulus yang disebut sebagai utusan Tuhan menganjurkan para tokoh agama menikahi seorang wanita saja. Bukti myang menunjukkan bahwa ajaran Nasrani membolehkan praktek poligami adalah apa yang di isyarat oleh ensiklopedi kaum rasionalis yang berbunyi, ”Sesungguhnya ahli agama besar, Joseus, membela nenek moyang mereka terdahulu berkitan dengan kritik yang berkaitanpara kritikus zaman terakhir terhadap praktek poligami yang mereka terapkan, sebab mereka mengedepankan yang wajib dan tidak untuk mencari kenikmatan dengan mengumpulkan beberapa orang istri. Tetapi, para pendeta melakukan pelanggaranterhadap hal tersebut dengan mengharamkan praktek poligami , mereka menolaknya karena beranggapan bahwa mereka bersandar pada teks-teks agama.”
Praktek poligami sudah ada ditengah-tengah masyarakat Arab Jahiliyah. Tidakkah anda ingat bahwa beberapa orang sahabat masuk Islam membawa sepuluh istri, maka nabi berkata kepadanya, ”Ambil empat orang dan ceraikan yang lain.” praktek poligami juga ada di banyak bangsa kuna seperti yang di buktikan oleh sejarah.
Dengan demikian, Islam bukan satu-satunya agama yang membolehkan praktek poligami. Berdasarkan hal tersebut, poligami bukanlah suatu tuduhan Islam. Agama yang luhur ini menjelaskan bahwa poligami mengandung beberapa hikmah yang memang dibutuhkan oleh karakter kehidupan. Mahasuci Allah yang mengetahui segala yang terbaik bagi makhluknya.
Jika mengandaikan, seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang ternyata kemudian diketahui mandul, sedangkan suaminya ingin memiliki anak, maka manakah yang lebih mulia bagi wanita itu dan kemanusiaan?. Di madu dengan wanita lain yang bisa memberikan anak kepadanya atau di cerai?.
Jika istri menderita penyakit kambuhan yang membuatnya tidak mampu melayani suaminya, apa yang harus dilakukan suaminya jika pintu menikahi wanita lain sudah tertutup? Bukankah islam toleran untuk memberikannya peluang menikah supaya bisa menjaga kehormatan dan moralnya.
Kemudian ada beberapa orang laki-laki karena sifat dan struktur fisiknya tidak mampu bertahan hanya dengan hanya satu istri, maka apa yang terjadi jika mereka dilarang oleh islam menikah dua atau tiga kali?. Bisa dipastikan mereka akan mencari sesuatu yang lebih pahit dan menyakitkan. Semua orang tahu bahwa situasi pasca perang sedikit dari banyak bangsa yang menghindarinya, terjadi dari jumlah penurunan lelaki dibanding perempuan, jika setiap laki-laki cukup dengan seorang istri, lalu apa yang akan diperbuat wanita-wanita lainnya?. Apakah mereka kita biarkan melakukan perbuatan hina atau kita carikan solusi untuk masalah mereka?.
Sesunggunya islam tidak membolehkan seorang laki-laki menikahi beberapa orang wanita sekaligus, di sisi lain, islam memberikan jalan keluar dari berbagai permasalahn yang terjadi di tengah-tengah masyarakat/Allah SWT berfirman dalam Surat an-Nisa ayat 3;




Artinya; ”Dan bila kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kalian mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniyaya.”

Kepada mereka yang mengharamkan poligami, kalian pasti tahu bahwa Eropa yang kalian jadikan sebagai dalih adalah negara yang melarang praktek poligami tetapi membiarkan praktek prostitusi atau dengan memberikan kebebasan berpindah-pindah pasangan dan kembali kepada suami yang sebenarnya setelah hamil.
Kalian yang merupakan orang paling mengerti bahwa negara-negara maju yang dijadikan sebagai sandaran dan kebanggaan mengakui adanya jutaan bayi tanpa ayah. Semua negara di Eropa dipenuhi oleh berbagai penyimpangan. Bayi-bayi tanpa ayah memenuhi tempat-tempat penampungan rumah sakit-rumah sakit. Sebab, setiap tahun berjuta-juta anak hasil hubungan gelap dilahirkan.
Ada beberap orang cendekiawan Eopa bersikap jujur terhadap Islam dalam masalah poligami dan menolak sikap dungu yang menyalahkan praktek poligami dalam islam.
Seorang ilmuan Barat, Gustav Loebon berkata dalam bukunya yang berjudul Hadharah al-’Arab. ”Sesungguhnya praktek poligami seperti yang dilegalkan islam merupakan sistem yang paling baik dan paling maju sebagai etika yang dianut ummat islam sekaligus sebagai perjanjian paling terpercaya bagi keluarga. praktek poligami ini membuat keadaan kaum wanita muslimah menjadi lebih baik, terarah, dan lebih benar dalam menghormati laki-laki dibanding rekan-rekan mereka di negara-negara Barat.”
Seorang pemikir Eropa, Wielans berbicara tentang islam dalam sebuah ceramahnya sebagai berikut, ”Sesungguhnya praktek poligami melindungi kerajaan-kerajaan Islam dari waita-wanita buangan masyarakat yang akhirnya mereka menjajakan diri di kota London dan Paris. Tidak diragukan bahwa praktek poligami seribu kali lebih baik daripada keterikatan wanita dengan lelaki yang jumlahnya tidak terhitunh. Sangat jauh perbedaan antara suami dan kekasih.”
Penulis terkenal Bennard Shue menyatakan, ”Jika orang-orang Eropa menerapkan hukum poligami maka faktor-faktor dekadensi moral dan kehancuran keluarga akan bisa teratasi.”
Itulah beberapa pendapat yang disampaikan para pemikir Barat seputar isu poligami. Islam dan hukumnya tiddak akan pernah dimengerti kecuali oleh orang-orang yang berfikir maju dan cerdas.

Asas Poligami
1. Poligami dalam Hukum Adat
Masyarakat hukum adat di Indonesia pada umumnya mengenal perkawinan seorang suami dengan banyak istri, terutama di kalangan raja-raja adat, bangsawan adat, di berbagai daerah, baik pada masyarakat yang menganut agama hindu/Budha, Kristen maupun Islam. Banyaknya istri dari para pemuka adat itu biasanya tidak terbatas, tergantung pada keadaan setempat. Dalam abad 17-18 Sultan Banten mempunyai berpuluh-puluh istri, sampai akhir perang dunia kedua di lampung ada kepala marga yang istrinya belasan. Zaman itu banyak istri adalah kebanggaan dan kaum wanita pun ketika itu bangga jika dapat dipersunting keturunan raja.
Menurut adat lokal seperti halnya berlaku dikalangan orang-orang pepaduan di Lampung, yang juga nampak di daerah-daerah lain di Indonesia, para isteri raja adat itu mempunyai kedudukan yang berbeda-beda, tergantung asal usul dari mana wanita yang diperisteri itu. Kedudukan mereka yang bebeda berakibat anak-anak keturunannya berbeda pula kedudukan adatnya. Poligami dalam hukum adat ini dulunya mendapat respon yang positif dari kalangan masyarakat, karena itu tadi, bahwa kebanyakan kaum wanita menyukai apabila dipersunting oleh raja, bagi wanita yang menjadi isteri raja merupakan sebagai kebanggaan juga bagi dirinya, apalagi bagi keturunannyanya yang berasal dari raja.
Kaidah-kaidah hadat tersebut dimasa sekarang sudah tidak dipertahankan lagi, bahkan sudah terjadi kesimpangsiuran dalam pemakaiaanya, dimana orang yang mampu telah dapat meningkatkan martabat adanya, sehingga dengan demikian dapat melaksanakan upacara adat sejajar dengan mereka yang berkedudukan penyimbang bumi. Runtuhnya poligami dalam kaitannya dengan martabat adat sudah mulai sejak zaman penjajahan Jepang (1942-1945). Sejak berlakunya UU no.1-1974 di daerah Lampung sudah jarang terjadi perkawinan lebih dari satu isteri, jika masih ada maka dikarenakan karena keadaan terpaksa, misalnya tidak mendapat keturunan atau akibat perbuatan berlebihan (overdosis).

2. Poligami dalam Hukum Islam
Hukum agama yang mengatur tentang poligami adalah Hukum Islam dan juga Hukum Hindu, sedangkan Hukum Kristen (Katolik) dan Buddha Indonesia tidak memperkenankan poligami. Hal mana tidak berarti larangan poligami sudah benar-benar di taati anggota masyarakat, walaupun sifatnya tidak resmi. Hingga sekarang masih terdengar istilah ’istri piaraan’, ’baku piaraan’, ’istri simpanan’, kesemuanya itu bersifat poligami bagi orang yang sudah beristeri, terlepas dari sah atau tidak sahnya perkawinan mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surah an-Nisah ayat 3 diatas.
Wahyu Tuhan itu jelas menunjukkan ummat islam boleh kawin sampai dengan empat istri dalam waktu yang bersamaan, dengan syarat jika dapat berlaku adil. Yang dimaksud dengan kata dapat berlaku adil ‘ adalah memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya, sandang pangan, temapat kediaman, giliran mengunjungi, pemeliharaan dan pendidikan anak-ana, budi pekerti, dan agama mereka, tidak menimbulkan kericuhan keluarga terus menerus dan sebagainya. Jika tidak sanggup berlaku adil cukuplah kawin dengan satu istri saja. Jadi islam membolehkan manusia beristri sampai empat orang, boleh berpoligami, tetapi poligami yang terutup atau terbatas.
Oleh karena penerapan ayat tersebut sejak Rasul Allah SWT tidak ada lagi, dan nampaknya para ulama tidak mengawasi pelaksanaanya dengan baik, malahan ada yang melanggarnya dimasa lampau, maka terjadila apa yang dikatakan Hazairin, ‘orang bebas melakukan poligami menurut maunya saja sampai dengan empat orang istri, sedangkan perlakuan suami yang tidak adil diserahkan kepada pihak isterti untuk menyelesaikannya secara damai atau mengadukannya kepada hakim, seperti tidak adil dalam giliran berkumpul, sampai-sampai lebih dari satu bulan tidak dikunjungi oleh si-suami, tidak adil dalam urusan nafkah hidup hari-harian bagi si isteri dan anak-anak, tidak adil dalam perlakuan seperti memukul isteri sampai meninggalkan bekas berupa cidera badan, luka, pendarahan dibawah kulit dan sebagainya.
3. Poligami Pegawai Negara
Dalam hal ini adalah Pegawai Negara Sipil, yang dimaksud Pegawai Negara Sipil menurut UU no. 8-1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian ialah meliputi Pegawai Negara Sipil Pusal dan Pegawai Negara Sipil Daerah, termasuk calon Pegawai Negara Sipil dan yang dipersamakan ialah Pegawai bulanan di samping pensiun, Pegawai Bank Milik Negara, Pegawai Badan Usaha Milik Negara, Pegawai Bank Milik Daerah, Pegawai Badan Usaha Milik Daerah dan Kepala Desa, Perangkat Desa dan Petugas yang melenyelenggarakan urusan Pemerintah di Desa. Perkawinan bagi Pegawai negeri Sipil itu diatur dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) no 10 tahun 1983 tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negara Sipil.
Pegawai Negara Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, termasuk yang sudah duda atau janda yang akan melangsungkan perkawinan, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan (Pasal 2 ayat 1-2 PP 10-1983).
Apabila Pegawai Negara Sipil pria akan beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat. Yang dimaksud Pejabat adalah Penteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pimpinan Bank Milik Negara, Pimpinan Bank Milik Daerah, Pimpinan Badan Usaha Milik Darah. (pasal 1b PP10-1983).
Permintaan izin sebagaimana dimaksudkan diajukan secara tertulis dengan harus mencantumkan alasan yang lengkap mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga ataupun keempar. (pasal 4 ayat 4-5) permintaan izin itu diajukan kepada pejabat melalui saluran hirarki dan setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negara Sipil dalam lingkungannya, wajib mempertimban-timbangkan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan itu (pasal 5 ayat 2).
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, wajib memerhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negara Sipil bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negara Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, pejabat memanggil Pegawai Negara Sipil bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat (pasal 9 ayat 2 dan 3).
Pejabat bersankutan tidak memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang apabila hal tersebut bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negara Sipil bersangkutan, ketika memenuhi syarat alternative (isteri tidak dapat memenuhi kewajiban isteri) dan ketiga syarat kumulatif (persetujuan tertulis dari isteri) tersebut, bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat dan atau ada kemmungkinan menggangu pelaksanaan tugas kedinasan. Sedangkan bagi Pegawai Negara Sipil wanita tidak di izinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negara Sipil (pasal 4 ayat 2).

by: Edy

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com