Kamis, 10 Desember 2009

POKOK – POKOK KESESATAN SYI’AH

Asal –Usul Syi’ah

Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan. Sedangkan dlam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan Ustman bin Affan yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Ustman bin Affan, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya dengan terang – terangan dan menggalang massa dengan untuk mengproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca:Imamah) sesudah Rasulullah SAW, sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib karena suatu nash (teks) Nabi SAW. Namiun, menurut Abdullah bin Saba’, khalifah Abu Bakar, Umar dan Ustman telah mengambil alih kedudukan tersebut.

Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung itu suatu kebohongan ,maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian dari mereka melarikan diri ke Madina.

Aliran Syi’ah pada abad pertama Hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke dua Hijriyah dan abad – abad berikutnya.

POKOK – POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH PADA PERIODE PERTAMA sbb:
1. Keyakinan bahwa imam sesudh Rasulullah SAW adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi SAW. Karna itu para khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi thalib r.a.
2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan – lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Aisyah dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para imam mengetahui rahasia ghoib, baik yang lalu maupun yang akan dating.ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan imam.
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan tentang mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang menyakini kebohongan tersebut.
7. Keyakinan mencaci maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti ustman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’wa Mauqifus salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd.Karim Al Aql hal 237)
Pada abad kedua Hijryah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi –jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan aliran resmi negara Iran sejak 1979.

POKOK – POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH SECARA UMUM :
1. Pada Rukun Iman :
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman tanpa menyebut keimanan kepada Malaikat, Rasul dan Qodho dan Qadar yaitu :1. Tauhid (keesaan Allah)
2. Al-Adl (keadilan Allah)
3. Nubuwwah (kenabian)
4. Imamah (Kepemimpinan Imam)
5. Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(lihat ‘Aqa’adul Imamiyah oleh Muhammad Ridho Mudhoffar dll.)
2. Pada Rukun Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan syahadatain dalam rukun Islam, yaitu :
1. Sholat
2. zakat
3. Puasa
4. Haji
5. Wilayah (perwalian). (lihat Al Kafie juz II hal 18).
3. Syi’ah menyakini bahwa Al-Quran sekarang ini telah dirubah, ditambah atau dikurangi dari seharusnya. Seperti :


ada tambahan “fii’Aliyyin” dari teks asli Al-Quran yang berbunyi :


(lihat Al-Quran Surat Al-Baqarah ,2:23).
Karena itu mereka menyakini bahwa : Abu Abdillah a.s. (imam Syi’ah) berkata : “Al-Quran yang dibawa oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah tujuh belas ribu ayat (Al-Kafi Dil Ushul Juz II hal 634). Al-Quran mereka yang berjumlah 17.000,-ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al Khafi fil Ushul juz I hal 240 – 241 dan Fashlul Khithob karangan Annuri Ath Thibrisy).
4. Syi’ah menyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi SAW , mereka murtad, kecuali beberapa orang saja seperti : Al-Miqdad bin As Aswad, Abu Dzar Al Ghifary dan Salman Al Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal 245 Al-Ushul minal kafi juz II hal 24).
5. Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul juz II hal 217)
6. Syi’ah percaya kepada Ar Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat di kala imam Ghalib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.
7. Syi’ah percaya kepada Al Bada’ yakni tampak bagi Allah dalam hal keimanan Ismail (yang telah dinobatkan keimanannya oleh ayahnya,Ja’far As Shidiq,tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh Khilaf,tetapi imam mereka tetap maksum (terjaga).
8. Syi’ah membolehkan nikah mut’ah yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shodiqin juz II hal 493) . Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.

NIKAH MUT’AH

Nikah Mut’ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan perempuan dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewaris antara keduanya.

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah Mut’ah dan nikah Sunni (Syar’i).

Nikah Mut’ah Nikah Syar’i
Dibatasi oleh waktu Tidak dibatasi oleh waktu
Berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad fasakh Berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
Tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri Menimbulkan pewarisan antara keduanya
Tidak dibatasi jumlah istri Dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal empat orang
Dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi Harus dilaksanakan dengan wali dan saksi
Tidak mewajibkan suami memberi nafkah kepada istri Mewajibkan suami memberi nafkah kepada istri


Dalil-Dalil Haramnya nikah Mut’ah

Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadist Rasulullah SAW juga pendapat para ulama dari empat madzhab.
Dalil dari hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, ia berkata ,”Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan haji. Pada saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang Wanita. Wanita tersebut sementara dia mngagumi selimut (selendang)
Yang dipakai oleh saudara sepupuku itu. Kemudian Wanita tersebut berkata ‘ada selimut seperti selimut’. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam.
Keesokan harinya aku pergi ke Masjid Al-Haram, dan tiba-tiba aku melihat Nabi SAW sedang berpidato diantara pintu ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda “Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya dan segala sesuatu yang kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah Azz wa Jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai Hari Kiamat” (Shahih Muslim II/1024) .
Dalil hadist lainnya : Dari Ali bin Abi Thalib r.a. ia berkata kepada ibnu Abbas “bahwa Nabi Muhammad SAW melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar”.(Fath Al-Bari IX/71) .

Pendapat Para Ulama

Berdasarkan hadist – hadist tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut :
Dari madzhab Hanafi,
• Imam Syamsuddin Al-Sakhasi (wafat 490 H) dalam kitab Al-Nabsuth (V/152)
Mengatakan : “Nikah mut’ah ini batil menurut madzhab kami”
• Imam Ala al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’I Al-sana’i fi Tartib Al-Syara’I (II/272)
Mengatakan : “tidak boleh nikah yang sifatnya sementara, yaitu nikah mut’ah”
Dari madzhab Maliki,
• Imam Ibnu Rasyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334)
Mengatakan : “Hadist-hadist yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir"
• Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawwanah Al-Kubra (II/130)
Mengatakan : “Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil”
Dari madzhab Syafi’i,
• Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85)
Mengatakan : “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan ‘aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari, atau satu bulan’.”
• Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356)
Mengatakan : “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlak, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu”
Dari madzhab Hambali,
• Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46)
Mengatakan : “Nikah mut’ah ini adalah nikah yang batil”
Ibnu Qudamah menukil pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.

Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”.Sementara hakekatnya Ahlul Bait terlepas dari diri mereka, itulah manifulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Sholih .

Copian

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com