Rabu, 09 Desember 2009

PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

I. Pendahuluan
Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Nomor : OOl/KEP/M-PDT/1/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah, Tertinggal, ditetapkan sebanyak 199 Kabupaten sebagai Daerah Tertinggal. Dari 199 Kabupaten tersebut sebanyak 62% atau 123 Kabupaten berada dl Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan sisanya berada di wilayah Sumatera yaitu sebesar 29% (58 Kabupaten) serta Jawa dan Bali sebanyak 18 Kabupaten (9%).

Penetapan 199 Kabupaten sebagai daerah tertinggal, dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik.
Jika merujuk pada definisi daerah tertinggal sebagaimana dinyatakan dalam Kepmen PDT diatas, dapat dikatakan bahwa lebih dari separuh Kabupaten di Indonesia relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal.
Secara umum permasalahan yang ada di Daerah Tertinggal adalah permasalahan kemiskinan secara struktural, yakni adanya akumulasi kualitas SDM yang relatif lebih rendah, keterbatasan sumberdaya alam, investasi dan permodalan yang lemah, serta diperparah oleh lemahnya kapasitas pemerintahan baik dalam hal regulasi maupun rule enforcement.
1 Makalah disiapkan untuk Seminar Nasional Membangun Infrastruktur sebagai Salah Satu Solusi Mengurangi Kesenjangan Antar Daerah, diselenggarakan oleh Center for Applied Geography Research University of Indonesia (CAGR UI), pada 25 Juli 2007, di Jakarta.
Hal ini mengakibatkan kurangnya dukungan dana membangun infrastruktur untuk memperkuat asessibiltas dan terbatasnya akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Sedangkan daerah tertinggal yang letaknya terpencil, permasalahannya ada pada kelangkaan sarana dan prasarana yang tersedia. Khusus daerah tertinggal yang berada di daerah perbatasan antarnegara yang berjumlah 26 Kabupaten, pendekatan pembangunannya lebih menekankan pada aspek keamanan (security approach) daripada berorientasi sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan yang sangat lebar dengan daerah perbatasan negara lain. Selain masalah tersebut, keterbatasan akses permodalan, pasar, informasi dan teknologi bagi upaya pengembangan ekonomi lokal juga menjadi masalah tersendiri. Disamping terdapat gangguan keamanan dan bencana yang menyebabkan kondisi daerah tidak kondusif untuk berkembang.
II. Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Daerah Tertinggal
Untuk memperkecil jumlah Kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, Pemerintah sedang melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), yaitu sebuah program yang memfasilitasi pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan dan pengembangan daerah-daerah tertinggal dan khusus.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan memperkuat kapasitas pemerintah kabupaten agar mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Peningkatan kapasitas, diarahkan untuk meningkatkan kapasitas (capacity building) kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah daerah dan masyarakat.
Hal ini sejalan dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, yang pada hakekatnya memberikan kewenangan pembangunan daerah kepada Provinsi maupun Kabupaten/Kota, sedangkan Pemerintah berfungsi sebagai, motivator dan fasilitator dalam percepatan pembangunan pada daerah tertinggal.


Pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam upaya mempercepat pembangunan daerah tertinggal secara efektif dan berkelanjutan tidak dapat dilakukan hanya dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan dan aparat Pemerintah Daerah saja, tanpa diimbangi dengan perubahan sistem yang lebih baik. Dengan demikian, pengembangan dan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah mencakup :
1. Perlunya perubahan sistem dengan menata kembali sejumlah aturan dan kebijakan-kebijakan nasional yang mendukung program-program percepatan pembangunan, mengingat selama ini kebijakan pembangunan pada masa lalu yang bersifat top down dan lebih berpusat pada pertumbuhan ekonomi semata sehingga berdampak pada kesenjangan yang begitu tajam antar daerah.
2. Perlu ada kebijakan khusus dari Pemerintah yang lebih berpihak kepada Daerah Tertinggal di awal tahap pembangunan, terutama di bidang infrastruktur.
3. Pengembangan kapasitas pada tingkat kelembagaan di daerah, yang mencakup perbaikan struktur organisasi, proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi, prosedur-prosedur dan mekanisme-mekanisme kerja, instrumen manajemen, tidak akan berhasil efektif tanpa diimbangi dengan penataan kelembagaan lainnya, seperti Pemerintah Pusat, dunia usaha, masyarakat terkait, hingga lembaga donor dan unsur masyarakat.
Hal ini diperlukan untuk memberikan ruang kepada seluruh stakeholders agar dapat memberikan kontribusi dan peran masing-masing. Walaupun selama ini, banyak program-program yang dilakukan oleh lembaga di luar pemerintah seperti lembaga donor, perguruan tinggi dan LSM namun belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Sehingga seringkali hanya daerah-daerah tertentu saja yang mendapat bantuan program dari lembaga donor. Dalam hal penataan kelembagaan Pemerintah Pusat, perlu didukung upaya penerbitan Undang-Undang tentang Kementerian Negara seperti KPDT yang nyata-nyata berperan mengkoordinasikan lintas sektoral untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan percepatan pembangunan Daerah Tertinggal.
Sedangkan untuk penataan kelembagaan Pemerintah Daerah sangat dinantikan penerbitan revisi Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah.
4. Pengembangan kapasitas pada tingkat sumberdaya manusia perlu diawali dengan peningkatan kemampuan aparat pemerintah daerah. Sebagai unsur terdepan birokrasi yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Peningkatan kapasitas aparat Pemda diarahkan agar lebih responsif terhadap tantangan dan peluang baru, tidak terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin, dan memiliki gagasan-gagasan inovatif. Aparat Pemda juga harus memiliki kompetensi memberikan pelayanan secara adil dan inklusif, serta kemampuan untuk memberdayakan masyarakat atau stakeholders. Maka hal yang paling mendasar untuk mereformasi birokrasi pemerintah (Stephen H. Rhinesmith; 1966) adalah bagaimana bisa mengubah mindset dan perilaku dan para pelaku birokrasi publik agar dapat memberikan pelayanan yang jauh lebih humanis, egalitarian, dan nondiskriminatif dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Karena ketidak sepadanan antara tuntutan masyarakat yang sangat tinggi dengan keterbatasan sumberdaya dan dana sangatlah diperlukan adanya dukungan untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparat Pemerintah Kabupaten Tertinggal secara sistematis dan berkesinambungan dalam topik bagaimana menghasilkan terobosan stratejik (strategic breakthrough), fokus dan prioritas serta program kerja yang mampu secara cepat membawa outcome nyata bagi masyarakat.
5. Peningkatan kerjasama antardaerah dalam satu kawasan berbasis
regional management perlu semakin dikembangkan selain untuk
memperkecil dan mempersempit kesenjangan antardaerah, juga
dimaksudkan untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi
pengadaan sarana dan pembangunan infrastruktur dalam satu
kawasan, serta meningkatkan posisi tawai dan daya saing komoditas unggulan yang dihasilkan kawasan tersebut. Sinergitas
antarkabupaten akan dapat lebih cepat diwujudkan melalui kinerja
manager profesional yang mengelola kepentingan dari setiap
Pemerintah Kabupaten/Kota (yang akan berperan sebagai Pemilik
Saham dari Regional Management). Pemanfaatan manager profesional
dalam mengelola kepentingan Pemerintah Daerah yang bekerjasama
berbasis regional management didasarkan pada asumsi bahwa akan
sangatlah sulit bagi aparat untuk tidak di”KPK”kan jika pada waktu
yang bersamaan untuk berperan ganda sebagai birokrat sekaligus
pengusaha. Pembentukan Forum Regional Management antar
Pemerintah Kabupaten dalam satu kawasan untuk kepentingan yang
lebih khusus merupakan kebijakan dan program dari Kementerian
PDT dapat menjadi salah satu alternatif wadah peningkatan kapasitas
Pemerintah Daerah.
III. Lake Toba Regional Management (LTRM) sebagai salah satu Kajian Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten di Kawasan Danau Toba
Lake Toba Regional Management (LTRM) merupakan suatu bentuk kerjasama antara 7 (tujuh) Pemerintah Kabupaten yang memiliki pantai dan perairan Danau Toba, yaitu Samosir, Dairi, Karo, Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Langkah awal proses pembentukan LTRM difasilitasi KPDT pada tanggal 28 April 2006 melalui kegiatan sosialisasi kepada ketujuh Pemerintah Kabupaten sekawasan Danau Toba di Tuktuk, Samosir. Selanjutnya Bappeda Propinsi Sumatera Utara memfasilitasi pertemuan di Medan pada tanggal 26 Juni 2006 dalam rangka penyusunan bahan rapat koordinasi dan fasilitasi kerjasama antar daerah di Padang tgl 27-29 Juni 2006. Kemudian pada tanggal 28 Agustus 2006 di Tuktuk, Samosir dilakukan pembahasan untuk penetapan lingkup kegiatan oleh kelompok kerja penyusunan naskah kesepakatan kerjasama. Draft Naskah Kesepakatan Kerjasama LTRM dilaporkan kepada Menteri Negara PDT pada pertemuan regional management di Mataram, NTB pada tanggal 21 September 2006.
Penandatanganan naskah kesepakatan kerjasama LTRM oleh para Bupati dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2006 disaksikan oleh Menteri Negara PDT dan Gubernur Sumatera Utara/ dengan lingkup kerjasama percepatan realisasi pembangunan di wilayah kawasan Danau Toba untuk bidang Pariwisata, Pertanian dan Perhubungan.
Pengukuhan Forum Lake Toba Regional Management yang beranggotakan para Bupati sekawasan Danau Toba dilakukan oleh Menteri Negara PDT dan disaksikan Gubernur Sumatera Utara di Tuktuk, Samosir pada tanggal 16 Juni 2007 yang baru lalu. Forum LTRM pada hari yang sama juga telah membentuk Dewan Eksekutif LTRM beranggotakan Kepala Bappeda dan Pimpinan SKPD di bidang Pariwisata, Pertanian, Perhubungan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pada kesempatan tersebut juga telah diresmikan Menteri Negara PDT Wisma Maduma di Tuktuk, Samosir sebagai kantor Lake Toba Regional Management.
Dari tujuh kabupaten yang bersepakat membentuk LTRM, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir merupakan kabupaten teringgal, sementara yang lainnya bukan lagi dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Ciri dari ketujuh kabupaten ini adalah adanya suatu kawasan tertentu sebagai kluster kepariwisataan dengan eksisting Danau Toba dan keanekaragaman seni budaya sub etnis Batak (Karo, Pakpak, Toba, dan Simalungun). Kunjungan wisatawan manca negara dan nusantara ternyata berbeda nyata antar kabupaten walau sama-sama dalam kluster Danau Toba. Oleh karenanya, fokus kerjasama LTRM adalah meningkatkan kepariwisataan dan mengupayakan dukungan secara terpadu dan terintegrasi terhadap linkages permasalahan kepariwisataan tersebut, seperti dukungan infrastruktur jalan, perhubungan, pertanian pangan, dan kehutanan (pelestarian lingkungan). Pokok-pokok kerjasama itu akan dirancang bersama melalui LTRM dan diajukan bersama kepada Pemerintah Pusat/Provinsi dan investor. Apabila upaya bersama ini didukung melalui penguatan kapasitas management pemerintahan di Forum Regional Management (LTRM) maka diharapkan akan terjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan diharapkan akan bergulir dengan sendirinya kepada masyarakat miskin di kawasan tersebut
Wujud nyata dari komitmen ketujuh kabupaten ini antara lain adalah kesepakatan untuk pengalokasian dana pembukaan dan peningkatan jalan outer ring road Danau Toba tahun 2007-2009. Dukungan untuk pemanfaatan dan peningkatan bandara Silangit di Taput dan Sibisa di Tobasa sebagai pintu gerbang udara. Usulan bersama yang akan diajukan kepada Pemerintah Pusat/Propsu dan atau investor untuk pembangunan jalan tol dari Kuala Namu - Tebing Tinggi - Saran Padang - Saribu Dolok sebagai akses tercepat ke Danau Toba melalui Tongging. Pengadaan kapal cepat wisata di Kabupaten Samosir dari KPDT untuk melayani destinasi wisata di kawasan Danau Toba. Pengadaan dua kapal ferry (RO-RO) untuk akses perhubungan Simanindo, Samosir - Tigaras, Simalungun; dan Nainggolan, Samosir - Muara, Taput. Fasilitasi dari Departemen Perhubungan untuk pengerukan dan pelebaran terusan Tano Ponggol di Pangururan, Samosir agar pelayaran dan paket wisata mengelilingi Samosir dan Danau Toba dapat segera diwujudkan merupakan sebahagian dari kegiatan yang sedang berjalan dan dilanjutkan pada tahun yang akan datang.
Pembentukan forum daerah pada kluster tertentu seperti LTRM menjadi salah satu pilihan untuk mewadahi kepentingan daerah itu sendiri secara bersama-sama, sehingga dua kabupaten tertinggal akan dapat berkembang lebih pesat bersama lima kabupaten lainnya, dan pada gilirannya masalah kemiskinan secara struktural dapat dipecahkan.

IV. Peran Asosiasi/Badan Kerjasama Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Kapasitas Daerah Tertinggal
Pengembangan dan peningkatan kapasitas daerah tertinggal dapat diupayakan dengan pendekatan kerjasama antar daerah melalui pertukaran informasi, pengalaman dan keahlian yang dikemas dalam program Best Practices Transfer. Salah satu negara di Asia yang melaksanakan program ini adalah negara bagian Gujarat di India yang difasilitasi oleh City Manager Association of Gujarat (CMAG). CMAG menyelenggarakan forum pertukaran best practices antar pemerintah daerah dalam bidang pelayanan publik, pelayanan kesehatan, infrastruktur, dll. Sedangkan di Indonesia, Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI)2 dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) juga mengadopsi progam tersebut.
Program best practices transfer pada dasarnya merupakan salah satu upaya memberikan kontribusi terhadap pengembangan kapasitas daerah yang sedang menghadapi persoalan besar di era otonomi daerah. Program best practices dianggap menjadi salah satu tools untuk mempercepat terjadinya pertukaran pengetahuan, pengalaman, ide dan gagasan antar pemerintah daerah di Indonesia dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan publik. Keberhasilan suatu daerah diharapkan menjadi pemicu bagi daerah lain untuk mengembankan hal serupa, mengingat permasalahan yang dihadapi biasanya identik dengan daerah lainnya.
Salain itu, peran dan fungsi Asosiasi Pemerintah Daerah adalah untuk melakukan advokasi terhadap kepentingan pemerintah daerah terutama berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak sejalan dengan semangat Otonomi Daerah. Forum-forum daerah yang kepentingannya lebih khusus dapat menjadi salah satu alternatif wadah peningkatan kapasitas pemerintah daerah pembentukan forum Daerah tertinggal menjadi salah satu pilihan untuk mewadahi kepentingan daerah itu sendiri.

2 BKKSI telah melaksanakan program best practices transfer dalam bidang One Stop Services. Kegiatan tersebut adalah mentransfer praktek-praktek terbaik dalam penyelenggaraan OSS di Kabupaten Sragen, Jembrana, Solok dan Kota Fare-Pare kepada Kab. Kuningan, Rembang, Bantaeng, Trenggalek dan Tabalong,.

V. Penutup
Sebagai penutup dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
1. Pengembangan kapasitasi Pemerintah Daerah Dalam Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal tidak dapat dilakukan secara partial tanpa adanya pengembangan kapasitas dalam lingkup sistem, kelembagaan dan individu-individu.
2. Pengembangan kapasitas juga dapat diupayakan dengan rnengoptimalkan wadah kerjasama Pemerintah Daerah melalui program best practices dan regional management.
3. Diperlukan adanya suatu Forum Pemerintah Daerah Tertinggal yang memiliki peran lebih khusus dalam menyuarakan kepentingan daerah tertinggal.


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com