Senin, 12 April 2010

Makalah Hadits Ahkam
Jarimah Hudud

MAKALAH

JARIMAH HUDUD

(Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis Ahkam II)



Disusus oleh ;
E d y
05 3600 36
Semester : X

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010


DAFTAR ISI


A.Pendahuluan ……………………………………………………………………..
B.Pembahasan:
1.Teks Hadis dan Terjemahannya ………………………………..
2.Kata Kunci Hadis / Mufradat ………………………….
3.Latar Belakang Munculnya Hadis / Asbab al-Wurud ………….
4.Korelasinya dengan Hadis Lain / Murasabab al-Hadis ……………….
5.Penjelasan Hadis dari berbagai Literatur Hadis / Syarb al-Hadis ………….
6.Analisis Pemahaman Hadis / Qira’ab al-Muatijab ……………………..
C.Penutup / Kesimpulan ……………………………………………………….


A.PENDAHULUAN
Dalam cakupan fikih jarimah dalam syariat islam dikenal prinsip bahwa suatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah dinyatakan dalam nash atau dengan bahasa kenegaraan, sesuatu perbuatan dapat dipandang sebagai jarimah jika telah diundangkan. Dengan adanya prinsip tersebut macam jarimah dan sangsinya akan dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Dengan demikian orang akan berhati-hati agar jangan sampai melakukan jarimah yang akan berakibat penderitaan terhadap diri sendirinya juga. Dari segi lain adanya prinsip tersebut akan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang penguasa atau pengadilan untuk menjatuhkan suatu hukuman kepada seseorang berbeda dengan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang lain yang melakukan jarimah yang sama dengan motif yang sama pula.
Adanya prinsip tersebut dimaksudkan juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap bermacam-macam jarimah. Jangan sampai suatu hukuman dijatuhkan terhadap sesuatu jarimah yang diatur kemudian. Meskipun demikian, dapat dikecualikan untuk hal yang dipandang yang amat besar bahayanya terhadap masyarakat. Aturan dapat dibuat kemudian setelah perbuatan jarimah dilakukan, guna menjadi dasar hukum dalam hendak menjatuhkan hukuman.
Macam jarimah yang ditentukan ancaman pidananya dalam al-Quran ialah pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, pemberontakan, zina, dan menuduh zina, Hadis Nabi SAW. Kecuali memberikan perincian jarimah-jarimah yang ditunjuk didalam al-Quran tujuh macam tersebut, juga menentukan sangsi pidana terhadap dua macam jarimah lainnya, yaitu: minuman keras, dan riddah keluar dari agama islam.
Dari uraian tersebut diatas jarimah hudud dapat diartikan yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan dalam nass al-Quran atau Sunah Rasul dan telah pasti ancamannya serta menjadi hak Allah SWT dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia, yang termasuk jarimah ini ialah pencurian, perampokan, pemberontakan, zina, menuduh zina, minum-minuman keras dan riddah.
Maka dari itu kajian dalam makalah ini akan membahas tentang mengenai beberapa bahasan pokok yang saya utarakan khususnya pada kajian Jarimah Hudud.
B.PEMBAHASAN

Pengertaian Jarimah dan Hudud
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Larangan-larangan syara’ tersebut bisa berbentuk melakukan perbuatan yang dilarang ataupun tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan. Melakukan perbuatan yang dilarang misalnya seorang memukul orang lain dengan benda tajam yang mengakibatkan korbannya luka atau tewas. Adapun contoh jarimah berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan ialah seseorang tidak memberi makan anaknya yang masih kecil atau seorang suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya.
Dalam bahasa Indonesia, kata jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak pidana. Kata lain yang sering digunakan sebagai padanan istilah jarimah ialah kata jinayah. Hanya, dikalangan fukaha (ahli fikh, red) istilah jarimah pada umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu.
Jarimah terbagi ke dalam tiga unsur yakni unsur formal, materil dan moril. Unsur formal (rukun syar’i) adalah adanya ketentuan nas yang melarang atau memerintahkan suatu perbuatan serta mengancam pelanggarnya. Unsur material (rukun maddi) adalah adanya tingkah laku berbentuk jarimah yang melanggar ketentuan formal. Sedangkan unsur moril, (rukun adabi) adalah bila pelakunya seorang mukalaf , yakni orang yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Walaupun secara umum jarimah terbagi kedalam tiga unsur di atas, akan tetapi secara khusus setiap jarimah memiliki unsur-unsur tersendiri.
Pembagian jarimah pada dasarnya tergantung dari berbagai sisi. Jarimah dapat ditinjau dari sisi berat-ringannya sanksi hukum, dari sisi niat pelakunya, dari sisi cara mengerjakannya, dari sisi korban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana, dan sifatnya yang khusus. Ditinjau dari sisi berat ringannya sanksi hukum, jarimah dapat dibagi atas jarimah hudud, jarimah qisas-diah, dan jarimah ta’jir.
Adapun arti Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang asal artinya sesuatu yang membatasi di antara dua benda. Menurut bahasa, kata had berarti al-man’u (cegahan). Adapun menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama. Jadi Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Sebagaimana yang telah disampaikan diatas sebelumnya.
Maka dari itu, untuk lebih jauh mengetahui hadis-hadis yang shahih dalam jarimah hudud itu sendiri, disini penulis akan mengkaji tentang teks hadis maupun terjemahan dari jarimah hudud yang menyangkut perzinaan dan juga mengkaji bagian-bagian yang pokok yang perlu diketahui.
1.Teks Hadis dan Terjemahannya



“Barang siapa berzina atau meminum khamar, maka Allah mencabut imannya sebagaimana seseorang mencabut baju gamisnya dari kepalanya”.
Riwayat Hakim melalui Abu Hurairah r.a.

2.Latar Belakang Munculnya Hadis / Asbab al-Wurud
Zina merupakan perbuatan keji yang besar, yang mewajibkan had atas pelakunya. Hukuman had itu berbeda-beda menurut macam perzinaan itu sendiri, karena perbuatan zina terkadang dilakukan oleh orang-orang yang belum menikah, seperti jejaka atau gadis, dan kadang-kadang juga dilakukan oleh muhshan, seperti orang yang sudah menikah, duda ataupun janda. Untuk itu munculnya hadis tersebut supaya umat mausia menyadari akan dampak yang ditimbulkannya sehingga tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain khususnya orang tua mupun orang terdekatnya.
Zina biasanya juga disebut sebagai melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoer mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau alat bukti.
Perzinahan diharamkan oleh Islam karena :
1)Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris.
2)Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya.
3)Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan.
4)Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.

3.Korelasinya dengan Hadis Lain / Murasabab al-Hadis
Selain dengan hadis diatas, banyak hadis-hadis lain yang mengutarakan tentang perzinaan. Dan hadis-hadis itu memang benar dan shahih keberadaannya.
Diantara adalah hadis berikut ini.



“Barang siapa yang berzina maka ia akan dizinahi sekalipun berada didalam tembok rumahnya” (Riwayat Ibnu Najjar)

Penjelasannya:
Barang siapa melaukan perbuatan zina, maka kelak akan dibalas dengan perbuatan yang serupa menimpa salah seorang dari wanitnya, sekalipun berada dalam tembok rumahnya, yakni pingitannya.

4.Penjelasan Hadis dari berbagai Literatur Hadis / Syarh al-Hadis
Ibn ‘Urfah menyebutkan bahwa dalam setiap pensyariatan uqubat (sanksi) Allah swt. selalu menyesuaikan dengan kadar perbuatan yang dilakukan. Untuk menjaga jiwa Allah mensyariatkan qishash, untuk menjaga harta Allah mensyariatkan potong tangan, untuk menjaga akal Allah mensyariatkan cambuk bagi peminum khamar dan untuk menjaga nasab (keturunan) Allah mensyariatkan cambuk dan rajam khusus bagi penzina yang sudah pernah menikah (muhshan). ( Bidayat Al-Mujtahid, II/394).
Jika kita melihat lebih jauh makna had atau hudud dalam literatur Islam  maka di sana akan ada ketetapan khusus dari makna had dimana hanya ada syariat yang akan menentukan jenis dan besarnya sanksi dan tidak ada hak bagi qadhi (hakim) untuk memilih hukuman bagi pelaku pelanggaran.(lihat: Iqna’ IV/244, Al-Muhalla XI/118, Syarh Al-Zarqany VIII/115) Jadi secara otomatis segala tindakan jarimah/ jinayah ( menurut istilah fikih keduanya memiliki persamaan makna umum dan khusus) yang memiliki konsekuensi hukuman dengan jenis had sanksinya berlaku menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, walaupun nanti kita juga akan melihat bahwa sebagian jinayat yang tidak diakatagorikan kepada hukuman had karena jinayat ada yang berbentuk sanksi ta’zir sementara setiap jarimah hudud itu harus mengikuti ketentuan dari Allah swt.
Setelah berkembangnya Islam dan meluasnya pengaruh Islam ke negara-negara baru, timbul permasalahan baru di kalangan umat Islam, termasuk di antaranya istilah-istilah yang dulunya sudah baku. Hal ini dapat timbul dikarenakan terpecahnya umat Islam menjadi syu’bah (golongan kecil) dan perubahan tatanan kenegaraan termasuk dalam aspek hukum pidana dan perdata.
Peristilahan zina di dalam kamus hukum Islam dan hukum positif (konvensional) sendiri sangat berbeda jauh. Jika di dalam aturan Islam, zina itu diartikan semua jenis hubungan badan di luar hukum Islam(akad) sementara di dalam beberapa undang-undang modern,makna zina dikhususkan kepada hubungan selingkuhan bagi suami isteri atau yang bersifat pemaksaan, jika dilakukan secara suka sama suka maka tidak termasuk dalam kategori zina. (Tasyri’ Al-Jinaai fi Al-Islam, I/305)
Dalam hal ini para imam mazhab berbeda pendapat tentang keislaman, apakah termasuk syarat-syarat yang menentukan perzinaan muhhan? Menururt pendapat hanafi dan maliki: Menjadi syarat. Sedangkan menurut pendapat Syafi’I dan Hambali: Orang dzimmi tidak dikanal hak. Dan keempat imam mazhab ini sepakat bahwa orang yang telah memenuhi syarat (merdeka, dewasa, berakal, sudh menikah dengan suatu pernikahan yang sah dan sudah melakukan persetubuhan dengan istrinya), lalu ia berzina dengan seorang perempuan, maka sudah terpenuhilah syarat-syarat zina muhshan, jika perempuan itu merdeka, dewasa, berakal, sudah sudah disetubuhi suaminya dalam suatu pernikahan yang sah, dan iapun seorang muslimah. Dengan demikian, kedua orang tersebut dihukum telah berzina muhshan serta wajib dirajam – dilempari batu hingga mati. (Fiqih Empat Mazhab. Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi. Hal: 455)
Di dalam al-Qur’an pun membahas tentang hukum perzinahan yaitu pada Surat An-Nur : 2 dan 3.
“ perempuan yang berzinah dan laki-laki yang berzina, maka derahlah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan jangalah beba kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman ” (Q.S. An-Nur: 2)
“ laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min “ (Q.S. An-Nur: 3); Al-Qur’an dan Terjemahan oleh Assalamah.
Maka demikian dikatakan bahwa zina itu sangat dimurkai oleh Allah SWT, lebih sangat dibenci oleh Rasul yaitu Muhammad SAW.
5.Analisis Pemahaman Hadis / Qira’ab al-Muatijab


C.PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA
1.Al-‘Alamah Muhammad, Syaikh: Fiqih Empat Mazhab, cet. II. Hasyimi Press. Bandung, 2004
2.Ahmad Al-Hasyimi, Sayyid: Syarah Mukhtaarul Ahaadits, Hadis-hadis Pilihan, cet. VI, Sinar Baru Algensindo. Bandung, 1993
3.Assalamah: Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Asy-Syifa’. Semarang.
4.www. Google.com
5.www. Konsultasi.wordpress.com
6.www. Hudud.or.id/artikel/masalah/zina43.php






0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com